WRITE A FANFICTION
Disclaimer : All characters belong to Capcom
Note : Fanfic ini berdasarkan game Resident Evil. Game bergenre Survival horror sebenarnya bukanlah favorit saya, tapi saya selalu suka kisah star-crossed lovers. Sejujurnya saya ngga pernah memainkan game tersebut, hanya melihat potongan-potongan cutscenenya dari youtube. Kejadian dalan fanfic yang saya tulis ini berlangsung 6 bulan setelah peristiwa dalam game Resident Evil 6
Karakter : Ada Wong
(untuk memudahkan dan membedakan pelafalan dengan bahasa lokal, saya akan
menulis namanya menjadi Eida Wong), Leon
Kennedy
Jumlah Kata : 2.250
Jumlah Kata : 2.250
BERTEMU DENGANMU
ADA WONG
2 Januari 2014
Eida menatap cermin dan sekali
lagi dia membasuh wajahnya. Api, darah, teriak kesakitan, bau busuk,
mayat-mayat yang bergelimpangan, dan tentu saja mereka yang terinfeksi masih terasa nyata dalam benaknya. Itu
adalah suatu malam yang tidak akan pernah bisa terlupakan bagi siapapun yang
mengalaminya, suatu malam yang penuh kengerian melebihi bayangan apapun yang
dapat dibayangkan oleh seorang manusia. Malam yang sama seperti 15 tahun lalu
di Racoon City. Dan 6 bulan lalu, Ia tidak sempat mencegah hal tersebut terjadi
kembali di Lanshiang, Cina. Kejadian tersebut bukan saja merengut jutaan nyawa
manusia, bahkan mereka yang selamat pun, hidup mereka tidak akan pernah sama
lagi.
Ia tahu karena ia sendiri
mengalami hal itu, bukan hanya sekali tapi dua kali, Racoon City dan Lanshiang. Sering ia terbangun di tengah malam
mengira dirinya telah ikut menjadi bagian dari diri mereka yang terinfeksi atau
kalau lebih baik, ia bermimpi saat mereka yang terinfeksi menggigitnya, lalu
mencabik-cabik tubuhnya menjadi potongan-potongan kecil daging. Eida jarang
mendapati mimpi-mimpi yang ramah, kalau tidak bermimpi mengenai
kejadian-kejadian di kedua malam tersebut, ia bemimpi seorang gadis kecil yang menangis
sedangkan kedua tangannya berpegangan pada seutas tali yang dipasang sebagai
jembatan di atas sebuah kolam penuh sekelompok ikan piranha dan tali itu
satu-satunya penyelamat, sebab tali itu akan menjaga agar tubuh gadis kecil itu
tidak sampai terjatuh ke dalam kolam.
Ketenangan, mimpi yang indah,
tidaklah sering namun hal tersebut tidak mustahil. Rasa malam ini sungguh
berbanding 180 derajat dengan malam sebelumnya. Walau rasa tersebut mulai samar-samar,
ia ingat malam di mana ia merasa hangat, damai, dan tidak sendirian.
Dua hari sebelumnya, 31 Desember
2013
Telluride, Colorado
Pergantian tahun adalah peristiwa
di mana semua orang selalu tampak lebih bersemangat. Mereka menatap masa depan dengan penuh
keyakinan, meninggalkan semua mimpi buruk dan kesialan di masa lalu dan
berharap tahun berikutnya segala sesuatunya lebih baik.
Alunan musik waltz mengalun lembut dari speaker
mungil yang diletakkan di sisi pojok gedung restoran. Eida menyesap tehnya
sambil menikmati pagi yang tenang. Ia mengambil tempat di dekat sebuah jendela
besar yang menghadap langsung ke arah pegunungan dan hutan yang berselimutkan
salju bulan Desember. Seorang pelayan laki-laki berusia awal 30-an mendatangi
mejanya, si pelayan tersenyum, “Untuk Ms Wong,” ujar si pelayan ramah lalu ia
menyerahkan satu buket bunga mawar berwarna merah, “Tampaknya anda mempunyai
seorang pengagum misterius.”
Setelah basa basi sedikit, si
pelayan langsung pergi. Ia tidak mengatakan dari mana bunga mawar tersebut, ia
hanya berkata seorang kurir dari toko bunga diutus oleh seseorang untuk menyampaikan
buket bunga tersebut kepada dirinya dan si pelayan memberikan buket bunga itu
kepada Eida karena dari kartu ucapan di buket bunga mawar terserbut tertera
tulisan, “Untuk Miss Eida Wong.”
Eida membuka kartu ucapan itu
yang di dalamnya tertulis;
Kau
selalu tampak menawan dalam warna merah
Dengan ekspresi tak acuh, ia kembali
menutup kartu ucapan tersebut dan menyimpannya di saku celana jeansnya,
tatapannya kembali melihat ke jendela, ke arah hutan dan pegunungan bersalju. Pemandangan serba putih itu sekarang mulai dipenuhi beberapa orang yang berjalan-jalan sambil membawa
peralatan ski mereka. Telluride adalah
tempat yang tepat untuk bermain ski, suasana di kota ini mirip dengan
resor-resor ski terkenal di Eropa.
Setelah menyelesaikan sarapannya, ia kembali ke kamarnya. Di kamar ia mengeluarkan kartu ucapan dari si pengirim mawar misterius dan mendekatkannya ke perapian. Perlahan-lahan suatu kata-kata mulai tertampak dalam kartu ucapan tersebut.
PERGILAH
KE PONDOK DI TENGAH HUTAN DAN TIBALAH SEBELUM JAM 1 SIANG
Setelah membacanya, Eida melemparkan
kartu ucapan tersebut ke parapian dan menatap api yang perlahan menghanguskan kertas menjadi serpihan abu.
Menjadi mata-mata bukanlah pekerjaan praktis. Ia harus selalu siap akan setiap
perintah kerja yang diterimanya secara mendadak, tidak peduli bila hal tersebut
diterimanya saat tengah berlibur. Dengan segera ia mengambil peralatan skinya
dan bergegas menuju perbukitan bersalju Telluride.
Lereng yang berkelok-kelok,
tanjakan-tanjakan tinggi dan turunan yang curam menjadi tantangan sekaligus
kesenangan tersendiri bagi adrenalinnya. Tidak butuh waktu terlalu lama bagi Eida
untuk menemukan pondok tersebut. Pondok itu terselip di tengah-tengan hutan pinus.
Sebuah pondok yang sangat sederhana, sepertinya dibangun bagi para pemain ski yang
tersesat. Bangunan pondok terbuat dari kayu. Cuaca, angin dan sinar matahari
telah membuat kayunya menjadi lapuk.
Eida memasuki pondok tersebut, pondok itu hanya terdiri dari satu ruangan .
Isi ruangan hanya terdapat satu meja, dua kursi dan sebuah rak kayu yang
diletakkan di bagian pojok ruangan. Eida melihat bagian langit-langit pondok.
Langit-langit pondok terdiri atas palang-palang kayu yang dipasang untuk menopang
atap bangunan tersebut. Eida mengeluarkan grapple gunnya[1] lalu menembakkan senjata tersebut pada salah satu palang di langit-langit, ia lalu menarik pelatuk
senjata sekali lagi dan seketika tubuhnya terangkat ke atas, dan dilihatnya
suatu recoder kecil terselip di salah
satu palang penyangga. Eida berpegangan pada salah satu palang, menyarungkan grapple gunnya dan menggunakan kedua tangannya untuk berpegangan
pada bilah-bilah palang menuju ke tiang di mana recoder kecil tersebut diletakkan.
Setelah mendapatkan recoder tersebut, Eida langsung melompat
turun, ia meluncur dan mendarat dengan kaki kirinya terlebih dahulu dan jatuh
dengan posisi berlutut. Eida lalu memutar recorder
kecil tersebut.
Ms Wong, dalam 3 hari ke depan
Menteri Luar Negeri Cina akan berkunjung ke D.C.
Seperti yang kau tahu pasca
insiden di Tall Oaks dan Lanshiang, hubungan kedua negara semakin tegang.
Kedua belah pihak saling curiga
bahwa mereka telah mengembangkan senjata biologis untuk saling menyerang.
Karena itu Menlu Cina berkunjung
ke DC guna membicarakan penyebab tragedi tersebut, karena bagaimana pun kedua
tragedi itu telah sangat merugikan masing-masing pihak.
Tugasmu adalah memastikan bahwa
kunjungan Menlu Cina berjalan lancar dan aman dari gangguan pihak-pihak yang
ingin mengacau.
Rekaman ini akan hancur dalam 5
detik.
Dan pesan tersebut berhenti sampai di
situ. Eida memperhatikan recoder itu
lalu meletakkannya di meja dan tidak lama kemudian, asap muncul dari recoder dan
sekarang recoder itu hanya seonggok benda rongsokan.
Washington, D.C.
Langit telah gelap saat Eida tiba di Washington, D.C. Tidak biasanya bagi Eida untuk tiba jauh lebih awal ke tempat di mana ia diberikan tugas. Namun D.C. memberikan keistimewaan tersendiri baginya. Bukan karena tempat itu, namun ada seseorang di ibukota Amerika tersebut yang selalu membuatnya rindu.
Ia tahu di mana pria itu berada. Tapi apa sebenarnya yang ia cari, apa sebenarnya yang ia inginkan? Eida tahu bahwa ia dan pria itu berseberangan dalam segala hal. Mereka tidak akan bisa bersama. Terlalu rumit. Terlalu berbahaya. Tragedi Tall Oaks dan Lanshiang adalah bukti nyata bahwa pekerjaannya tidak akan pernah memberinya kebebasan. Eida mempunyai banyak musuh karena ia tahu terlalu banyak.
[1] Senjata
yang dimodifikasi dengan ditambahkan tali dan kait, jadi saat senjata
ditembakkan, kait dan tali tersebut akan meluncur ke arah sasaran dan menempel
pada sasaran, si pengguna tinggal menarik pelatuk senjata maka secara otomatis
tali akan menarik si pengguna ke tempat di mana sasaran kait terpasang.
Bagi seorang mata-mata yang bekerja
untuk banyak pihak, mencintai seseorang adalah suatu kelemahan. Pihak-pihak
tersebut bisa saja menggunakan keluarga atau orang yang disayangi sebagai
sandera demi mendapatkan apa yang mereka mau. Eida tidak ingin mengambil resiko
itu. Bahkan seandainya ia berhenti dari pekerjaannya, jalannya tetap tidak
mudah, karena ia sudah tahu terlalu banyak hal yang tidak boleh diketahuinya.
Terlalu banyak pihak-pihak yang pernah dikhianati olehnya. Terlalu banyak musuh
yang harus dihadapinya. Namun ia tak menyesal dengan pilihan jalan hidupnya,
ini sudah keputusannya.
LEON
KENNEDY
Suasana malam itu dingin namun ramai. Orang-orang baik warga lokal maupun turis turun ke jalanan untuk menyambut pergantian tahun. Mereka tampak tak acuh akan cuaca dingin selama di jalanan ada pesta. Hingar bingar musik pun terdengar dari kejauhan dan sampai dalam suara sayup-sayup di sebuah balkon apartemen.
Leon Kennedy meneguk vodka dengan
cepat. Mata birunya memandang kegelapan langit malam. Di sinilah ia memilih
merayakan malam tahun baru, di balkon apartemennya. Rekan-rekannya sesama agent DSO[2]
berkumpul dan berbaur dalam pesta tahun baru di sebuah bar lokal di D.C.
mungkin seharusnya tadi ia bergabung saja dengan mereka tapi saat itu dirinya
tidak sedang dalam mood untuk
berpesta, sudah 15 tahun belakangan ini ia tidak bisa menikmati pesta ataupun hal lain yang bentuknya hura-hura. Setiap
kali ia bergabung untuk sekedar bersenang-senang atau hang out bersama teman-teman dan rekan kerjanya, dia hanya mengikuti
mereka tanpa pernah merasa bersenang-senang, pikirannya terisolasi, ikut
tertawa saat ada yang membuat lelucon meskipun tidak lucu, terkadang ikut menimpali dengan
lelocon hambar lainnya dan pastinya minum. Alkohol membuat pikirannya terasa
rileks.
Sebuah suara terdengar dari balik
bayang-bayang gelap, “Aku kagum akan kemampuanmu bisa minum banyak tanpa,”
suara itu jeda sejenak, “terlihat mabuk, Mr. Kennedy.”
Leon terkejut, tangannya reflek hendak
meraih pistol disarung sabuk celananya, namun segera ia tersadar akan pemilik
suara tersebut. Suara dengan nada menggoda yang selalu menghantuinya selama
bertahun-tahun.
“Suara itu,” ujar Leon dalam hati.
“Eida?” tebak Leon sambil berjalan
mendekati pojok pinggiran balkon yang paling gelap, walau tidak mencabut pistol
dari sarung sabuknya, ia tetap waspada, tangan kanannya tetap menempel pada
pistol di sarung sabuk pinggangnya. Siap menarik keluar pistol tersebut untuk
hal-hal tak terduga.
Sesosok siluet ramping keluar dari
bayang-bayang tembok, siluet itu berjalan santai namun pasti mendekati Leon.
“Leon, haruskan kau selalu tegang
setiap kali kita bertemu?” Siluet tersebut berbicara lalu menjelma menjadi
sosok wanita cantik. Penerangan balkon yang remang-remang menambah aura
misterius wanita tersebut.
“Eida?! Leon berusaha mengendalikan
suaranya sendiri yang terdengar kaget dan takut. Namun anggota tubuhnya mulai
rileks.
“Yah aku. Apakah kau tadi berniat
menyambutku dengan pistol?” tanya Eida dengan seringai mengejek.
“Bukan salahku untuk bersikap waspada,
terutama untuk seorang tamu yang datang tanpa mengetuk pintu,” jawab Leon
sambil tersenyum mencibir.
“Maaf Leon bila kau tak suka, tapi
kita berdua sama-sama tahu bahwa caraku melakukan sesuatu tidaklah dengan
mengetuk pintu,” sahut Eida kalem.
“Ada apa Eida? Apa yang membuatmu
datang ke sini? Apa yang akan kau lakukan? Mengapa kau tiba-tiba muncul dan
menampakkan diri seperti ini?” tanya Leon tetap waspada.
Eida tidak menjawab, ia menelengkan
kepalanya menghadap panorama malam kota D.C. cuaca terasa semakin dingin,
sebersit uap putih keluar dari helaan nafasnya. Walau tanpa melihat, Eida tahu
Leon sedang memperhatikan dirinya bak elang mengawasi mangsanya. Pria itu
menunggu jawaban.
“Sebagai mantan polisi, kemampuan interogasimu
masih bekerja baik,” goda Eida. “Bagaimana kalau kukatakan bahwa kebetulan aku
ada pekerjaan di kota ini. Dan karena kau tinggal di kota ini, jadi kuputuskan
untuk mampir mengunjungimu,” seperti biasanya Eida menjawab dengan acuh tak
acuh, hal yang membuat Leon selalu frustasi.
“Pekerjaan? Apa yang kali ini kau
lakukan Eida?” tanya Leon curiga.
Eida tampak tidak senang dan terhina,
“Kau tahu Leon, agar dugaanmu benar, aku mungkin akan membuat kekacauan.”
“Eida, aku ingin percaya padamu, tapi
kau tak pernah memberiku kesempatan untuk mendengarkan penjelasanmu,” Leon
berjalan perlahan mendekati Eida.
Eida Wong, perempuan yang selalu
menghantui mimpi-mimpinya dan betapa Leon frustasi karena perempuan tersebut
selalu muncul dan menghilang dalam hidupnya, dan sering kemunculannya dalam
keadaan tidak menyenangkan. Keadaan yang kacau, porak poranda akibat virus yang menyebar, seolah takdir
mempermainkan setiap pertemuan mereka berdua. Mereka pernah sama-sama berjuang
untuk tetap bertahan hidup dalam situasi mimpi buruk paling terburuk yang
pernah ada. Leon tahu, tidak seharusnya ia berhubungan dengan Eida, perempuan
itu adalah mata-mata. Dari yang ia dengar, Eida adalah seorang double atau
triple agent yang bekerja untuk banyak pihak. Dan pihak-pihak tersebut tak
terkecuali mereka yang sangat berbahaya, pihak yang bertujuan mengancam keselamatan
hidup banyak orang. Pihak yang sangat dibenci Leon.
Namun Leon tahu, sejak kejadian di Racoon City 15 tahun yang lalu, ia dan
Eida telah membentuk ikatan aneh yang mereka sendiri tidak tahu mengapa. Bahkan
seandainya mereka musuh, Leon akan tetap melindungi Eida, menjaganya tetap
selamat, tetap hidup.
ADA
WONG
“Andai aku bisa menjelaskan Leon,” jawab Eida,
namun kali ada sebersit nada sedih dalam suaranya.
“Selalu terlalu rumit untuk
dijelaskan, bukan?” sindir Leon, tapi Eida menangkap rasa kecewa dalam sindiran
itu.
“Aku ingin bertemu denganmu dalam situasi
normal, tapi tampaknya kau tidak berharap begitu,” ujar Eida dan dia
membelakangi Leon bersiap pergi menggunakan grapple
gunnya.
“Eida, tunggu!” Secepat kilat, Leon
mencengkram lengan Eida, memegang erat lengannya.
“Lepaskan Leon,” ujar Eida.
“Di luar dingin, masuklah dulu dan
hangatkan dirimu,” nada suara Leon terdengar tulus.
“Mengapa? Bukankah kau tak percaya
padaku? Apakah kau mengundang orang asing ini masuk ke rumahmu?” tanya Eida
sinis.
“Pekerjaanku tidak percaya denganmu,
tapi aku percaya padamu, Eida. Dan sekarang malam tahun baru, aku tidak ingin
membicarakan pekerjaan,” ujar Leon perlahan dan tegas.
Eida menatap Leon, mencari kebenaran
dalam mata biru itu. Sebenarnya ini bukanlah pertama kali mereka bertemu dalam
situasi normal. Situasi tanpa kekacauan, tembakan dan zombie. Mereka pernah
bertemu sebelumnya, beberapa kali walau tidak sering dan singkat. Pertemuan singkat yang sangat berharga untuk
Eida. Pertemuan yang diisi dengan percakapan santai, tidak ada intervensi dari
masa lalu ataupun tuntutan masa depan, hanya saat ini yang diteruskan menjadi dekapan
intim, ciuman lembut dan sentuhan sensual yang bergelora.
Leon melepaskan genggamannya dan ia
memutar tubuh Eida perlahan agar menghadap dirinya secara utuh, lalu
melingkarkan kedua tangannya di pinggang Eida dan mendekap tubuhnya perlahan.
“Maaf,” bisiknya lembut di telinga
Eida.
Kebekuan di wajah Eida tampak mencair,
perlahan ia tersenyum lalu ia melingkarkan kedua lengannya di sekeliling leher
Leon, “Kau tahu, aku baru tiba dari Telluride malam ini dan aku belum sempat membasuh
tubuhku, kau yakin ingin bersamaku?”
Leon tersenyum, ia mendekatkan
keningnya ke kening Eida dan berkata, “Kebetulan yang pas, aku pun belum
membersihkan diriku, bagaimana kalau malam ini kita mulai dengan mandi dan
saling membersihkan diri?”
Eida menjawabnya dengan senyuman, “Baiklah,
kuterima tawaranmu, Mr Kennedy.”
Dan ia menggandeng tangan Eida dan menuntunnya
masuk ke apartemen.
[2] Division
of Security Operations. Adalah organisasi anti bio-terorisme yang dibentuk
langsung oleh almarhum presiden Amerika Serikat, Adam Benford dan berada
langsung dibawah kekuasaan hukum pemerintah Amerika Serikat. DSO beranggotakan agent-agent terbaik dari
seluruh penjuru Amerika. DSO bertujuan untuk mengatasi langsung setiap krisis
dan bahaya yang mengancam kelangsungan hidup warga dan masyarakat Amerika, terutama
yang berkaitan dengan bio-terorisme.
Curcol : I never write any fanfiction before, so if there any of you interesting enough to read my shitty writing, I'm so thankful. And I apologize first since this is not well written or polished. The fanfic should posted since last week but I postpone it since I off to vacation, got sick, and bla-bla, well I don't want to delay it anymore because I need to finish the challenge soon. I try my best not OOC, although OOC (Out of Character) are permitting and often used on fanfiction. But for my first fanfiction I want to write it as close as possible like the original characters. The characters is quite hard to write in my opinion because in the original video games, they also inconsistent characters, I mean the developer who wrote about them also not good. Resident Evil 6 plot & storyline not satisfied many fans of RE itself. Well I think I should't rant about the game here, since this is not the right place.
I feel so awkward when I wrote romance scene or sweet dialogue, for me I feel it's always end up cheesy. About the theme I choose for fanfiction, as I explained on the top, I like star-crossed lovers story. I don't know whether it will be more smooth or better if I pick a theme such as Korean with boyband or girlband as the characters. But personally I don't like using real person as fanfiction characters, I'm not comfortable with it.
Kesimpulan :
Sejujurnya saya merasa seharusnya menulis fanfiction ditaruh paling terakhir, karena siapa pun yang mengatakan nulis fanfic itu gampang, errr menurut saya itu tidak sepenuhnya benar. Meskipun hanya fanfiction, usahakan tetap menulisnya dengan baik dan tidak asal-asalan.
Kesimpulan :
Sejujurnya saya merasa seharusnya menulis fanfiction ditaruh paling terakhir, karena siapa pun yang mengatakan nulis fanfic itu gampang, errr menurut saya itu tidak sepenuhnya benar. Meskipun hanya fanfiction, usahakan tetap menulisnya dengan baik dan tidak asal-asalan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar