Selasa, 06 Agustus 2013

Writing Challenge Day 1 : Write A Short Autobiography

Write A Short Autobiography

I'm just an ordinary girl who is supposed to be kind and friendly

Saya lahir di hari minggu pada hari ke-14 bulan ke-3 jam 6 sore. Mama dan papa memberikan saya nama yang sama dengan salah satu suster yang membantu kelahiran saya, papa bilang, suster tersebut sangat baik dan ramah, karena itulah mama dan papa menamai saya mirip dengan nama suster tersebut dengan harapan sifat saya baik dan ramah seperti sang suster.

But apparently I'm not

Sayangnya alih-alih ramah, saya tumbuh menjadi anak yang berwatak keras, sekiranya itulah yang orang tua saya rasakan. Seandainya segala sesuatu tidak berjalan sesuai kemauan saya, saya pasti marah-marah. Saya benci bila harus dipaksa melakukan sesuatu yang saya tidak suka. Saat usia saya 5 tahun, adik lelaki saya lahir, dan sebagai anak sulung pastinya ada rasa cemburu saat melihat orang tua saya lebih banyak mencurahkan perhatian kepada adik daripada saya. Ditambah lagi adik saya waktu kecil sakit-sakitan, hal tersebut menyebabkan adik sangat dimanja, segala sesuatu yang diminta adik pasti akan dikabulkan oleh orang tua saya. Sebagai orang tua tentu saja mereka berusaha bersikap adil sama anak-anak mereka, melihat siapa yang lebih membutuhkan, namun sebagai anak kecil, saya kadang merasa tidak adil dan terlebih lagi karena adik saya berjenis kelamin laki-laki, saya merasa dia lebih dibanggakan. 

My School Life

Saya lupa kapan tepatnya saya mulai lancar membaca, karena sewaktu TK saya tidak ingat pernah membaca panjang lebar, namun sewaktu SD, umur 6 tahun saya ingat sudah bisa membaca dengan lancar. Sejak SD saya sudah memakai kacamata, menyebabkan penampilan saya terlihat culun bagi anak-anak sebaya saya dan lucu bagi orang dewasa. Sekolah saya sewaktu SD tergolong biasa saja, tidak istimewa dan bukan sekolah unggulan. Nilai pelajaran saya pun hanya rata-rata, tidak bagus-bagus amat juga tidak jelek. Sejak kecil saya sudah canggung dan kikuk. Tidak pandai bergaul. Saya tidak suka anak laki-laki karena mereka selalu menggangu dan mengolok saya. Saya bergaul lebih baik dengan anak-anak perempuan walaupun hanya sedikit anak-anak perempuan yang berteman dengan saya. Saya paling suka pelajaran menggambar dan saya paling benci pelajaran matematika. 

Saat saya akan masuk SMP, saya pindah dari sekolah lama ke sekolah baru yang kualitasnya terkenal karena sekolah tersebut suka memberikan materi yang sulit pada murid-murid mereka.  Saya ingat salah satu guru saya di SD meragukan kemampuan saya untuk dapat bertahan disekolah tersebut, karena nilai rata-rata saya hanya pas-pasan. Saya ingat apa yang dia bilang, "Kamu mana sanggup di sekolah itu".

Sekolah saya yang baru sejujurnya, memang lebih ketat. Baik dalam hal pelajaran maupun peraturan. Namun saya justru merasa lebih nyaman di sekolah baru. Saya punya banyak teman-teman baru, dan saya merasa guru-guru SMP saya lebih jelas saat menerangkan pelajaran dibanding saat saya SD. Menggambar atau seni lukis masih tetap menjadi pelajaran favorit saya, tapi kali ini ditambah Bahasa Inggris. Guru Bahasa Inggris saya waktu SMP ada dua orang. Waktu kelas 1 SMP, guru Bahasa Inggrisnya masih muda, kami memanggilnya dengan sebutan Ma'am dan pada waktu itu saya belum familiar dengan panggilan Ma'am karena biasanya dalam Bahasa Inggris saya hanya tahu panggilan wanita antara Miss dan Mrs saja. Saat kelas 1 SMP, nilai Bahasa Inggris saya masih standar dan saya pun belum paham sama sekali dengan Bahasa Inggris. Naik kelas 2 SMP, guru Bahasa Inggris yang mengajar kami berganti orang, dia adalah seorang wanita yang sudah berumur dan terkenal sangat galak, dia tidak mau dipanggil Ma'am dan meminta kami semua memanggilnya Miss. Saya dan teman-teman selalu berdebar-debar apabila pelajaran bahasa Inggris berlangsung. Guru kami tidak segan-segan menghukum murid-murid yang nilai ulangan Inggrisnya jelek, menghukum bagaimana? Tangan kami dipukul oleh penggaris kayu apabila kami dapat nilai dibawah 6. 

SMP kelas 2 dan 3 guru bahasa Inggris masih sama, walaupun cara mendidiknya boleh dikatakan agak keras namun guru bahasa Inggris kami tau cara menyampaikan materi yang baik. Saya ingat sebelum memulai pelajaran, ia selalu meminta kami selama 15-20 menit membacakan bentuk-bentuk kata kerja waktu atau tenses. Proses tersebut belangsung setiap pelajaran bahasa Inggris berlangsung, selama kelas 2 SMP. Akibatnya kami jadi hafal bentuk-bentuk kata kerja tenses di luar kepala. Saat kelas 3, beliau masih tetap mengajar kami tapi lebih lunak dan tidak sekeras saat kami kelas 2 SMP. Kelas 3 SMP, boleh dibilang nilai Inggris saya sangat baik dan saya yang sebelumnya selalu berdebar-debar setiap pelajaran bahasa Inggris justru jadi suka sama pelajaran bahasa Inggris. 

My Senior High School Life

Bila SMP, saya lebih banyak mengingat tuntutan untuk belajar, maka saat SMU saya lebih mengingat masa-masa bandel. Bukan saya sih yang bandel, saya ini termasuk murid alim kok. Tapi saya masih suka tersenyum kalau mengingat ulah teman-teman saya, mulai dari membolos saat pelajaran extra kurikuler, mengerjai guru dengan cara mengolesi bangku guru dengan minyak angin, menyembunyikan telur untuk dipecahkan kalau ada murid yang berulang tahun, bersandiwara kaki sedang cantengan untuk menghindari lari keliling lapangan saat terlambat masuk kelas dan lain sebagainya. Satu lagi pelajaran yang saya tidak suka yaitu olahraga. Saya ini sangat payah dalam pelajaran olahraga, tiap kali ada permainan voli, pasti saya dipilih terakhir sama teman-teman saya.

Something that I Still Regret

Kalau pun ada sesuatu yang saya sesalkan dari masa SMU saya bukanlah gagal dapat pacar atau nilai NEM yang tidak terlalu tinggi. Melainkan salah ambil jurusan waktu mendaftar kuliah. Saya waktu berumur 18 tahun masih belum tahu apa tujuan hidup saya, masih gamang dan orang tua juga tidak pernah mengarahkan sama sekali. Orang tua saya tidak berpendidikan tinggi karena itu mereka ingin anak-anaknya berpendidikan tinggi. Mereka tidak paham mengenai pilihan atau jalan hidup karena orang tua saya sangat pragmatis. Bagi ortu, setelah lulus SMU adalah kuliah dan setelah lulus kuliah adalah kerja kantoran.

Sayangnya saya tidak pernah yakin akan diri saya atau apa yang saya mau. Pikiran saya pun kurang lebih sama, kuliah lalu mendapat gelar sarjana dan bekerja. Karena itu saya kuliah di universitas di mana banyak teman saya juga kuliah di universitas tersebut. Saya hanya berpikir, teman-teman pada pilih universitas itu, saya ikut saja deh, rata-rata pada ambil jurusan akuntansi atau manajemen. Karena saya tidak terlalu baik di hitung-menghitung, saya pilih manajemen. Di kampus indeks prestasi saya sangat standar dan yang paling parah saya juga tidak ada keinginan keras untuk meninggikan indeks prestasi, saya tidak suka dengan mata kuliah-mata kuliah yang ada dalam manajemen jadi pikiran saya saat itu yang penting lulus dan tidak perlu bertemu lagi dengan dosen A atau dosen B alih-alih berpikir bagaimana mendapat nilai A

Saya memang berhasil menamatkan bangku kuliah dan memperoleh gelar S1 hanya saja IPK saya tidak tinggi sehingga ada kalanya terasa miris saat melihat persyaratan lamaran di koran yang mengharuskan pelamar mempunyai indeks prestasi sekian dan sekian. Andai saja sewaktu kuliah saya lebih bersungguh-sungguh. Penyesalan memang selalu datang terlambat tapi bukan berarti tidak ada jalan.

I'm Still Haven't Found What I'm Looking For
But I will find it someday

Hingga saat ini, saya  masih dalam masa pencarian jati diri, pembelajaran dan selalu introspeksi. Dari segi sifat, mama selalu bilang saya galak. Dari segi kondisi, papa selalu bilang saya belum mandiri. Sekarang ini pun saya dan adik tidak terlalu akur dan masih suka ribut karena sifat kami sama-sama keras. Tapi saya selalu mempunyai harapan bahwa suatu saat saya akan menemukan apa yang saya cari dan dapat mengabulkan apa yang orang tua harapkan dari saya.

5 komentar:

  1. Nice writing... bisa gitu menggali memori dari masa kanak-kanak hingga sekarang, menemukan apa yg menarik untuk diceritakan. Haha. Way to go, Lina! :D

    ps: aku jadi pengin kenalan sama suster yg membantu kelahiranmu, masih ada nggak yaa?? :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. waduh, sudah lewat dari 20 tahun lebih (tetep ga mau sebut umur)

      Dan ini juga soal suster dari cerita ortu, not sure they remember her again or have information about her.

      Hapus
  2. huaaa.. ngebaca ini bikin gua senyam senyum sendiri, Lina, karena dalam banyak hal gua ngerasa, "heyy.. gua juga kaya githu!", ahahahahaha :))

    baru mampir lagi ke sini and ngeliat tentang writing challenge ini, jadi tergoda buat ikutan, lumayan buat ngisi blog berhub belakangan lagi males bangets nulis :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. ayo bikin aja In, nanti aku baca deh, soal ini seperti curhat juga :))

      Hapus
    2. udah bikin beberapa, di sini nih -> joyful-rhythms.blogspot.com

      Hapus