Tampilkan postingan dengan label curhat. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label curhat. Tampilkan semua postingan

Senin, 16 September 2019

CAPEK

Egoiskah kalau aku igin berhenti bekerja karena capek?
Egoiskah kalau sebenarnya yang kuinginkan bukan berhenti kerja tetapi istirahat cukup panjang (sebulan) sebelum lanjut dengan suasana baru yang lebih kondusif.
Egoiskah aku kalau ingin ini dan itu?

Sudah 2 minggu aku masuk kantor baru, yang mungkin karena masih adaptasi aku merasa nggak betah. Pertama sebagai seorang introvert, suasana berisik di kantor membuatku sakit kepala. Berbeda dengan kantor lama yang suasana cenderung tenang (sampai bikin ngantuk), kantor baruku seperti pasar. Orang-orang saling berbicara keras satu sama lain. Misal sebelah kamu yang cuma berjarak 30 cm lagi ngomong sama kamu, orang lain yang berada di samping mu juga ikut ngomong sama yang lain sampai kamu tak merasa yakin apa yang kamu dengar karena berisik.

Tambah lagi, bos di sini boleh terbilang berbeda dengan bos kantor lama yang cenderung kalem. Bos di sini tipe bos yang ingin karyawannya tahu apa pun. Jadi nih aku harus tau si A pergi kemana, si B pergi kemana.

Sebenarnya aku di sini masih probabation. Setelah 3 bulan baru nasibku akan ditentukan apakah aku akan diangkat jadi karyawan tetap atau tidak?

Tapi aku sudah dalam tahap tidak peduli apakah aku akan jadi karyawan tetap atau tidak. Aku lelah dengan pekerjaan import. Harus kuakui pekerjaanya lebih sibuk daripada kantor lama. Saat istirahat pun semua orang berbicara pekerjaan. Berbeda dengan kantor lama yang topik obrolan tidak jauh-jauh dari film bioskop dan infotainment (yang ini gak penting sih). Bahkan andai nanti aku dinyatakan "lulus" untuk jadi karyawan tetap, aku mungkin tidak akan mengambilnya. Karena aku capek dengan pekerjaan import. 

Dan karena 2 mingguan ini stress, aku sekarang sakit flu berat (batuk, pilek, sakit kepala). Bayangkan kalau kerja lebih lama, apalagi boss-nya  tipe yang kalau marah, apa saja bisa keluar. 

Intinya begini, ritme kerja di import itu harus cepat dan aku capek, nyaris 6 tahun bekerja seperti itu terus. Bahkan hubungan dengan orang lain jauh lebih banyak di sini (yah gpp sih hubungan dengan banyak orang, tapi untuk awal rasanya bingung).

Mereka juga mengajarkan dan menjelaskan sesuatu itu cepat sekali, jadi aku harus benar-benar menyimak apa yang mereka katakan. 

Aku tahu, cari kerja susah, apalagi dengan umurku yang mendekati 40 tahun. Orang-orang pun akan berpikir 3 kali untuk mempekerjakanku dan harus kuakui energi dan kesehatanku banyak terkuras karena pekerjaan import yang telah kujalani nyaris 6 tahun. 

Tapi aku tidak ingin ada penyesalan juga karena keluar. Karena seandainya nggak mencoba juga bakal menyesal. Walau peribahasa untuk keadaanku sekarang ini, "keluar mulut harimau dan masuk mulut buaya."

Jadi apa yang kuinginkan? Andai ada modal, aku ingin berdagang saja (seperti Cina pada umumnya). Dagang online apa saja. Aku bukan tipe yang berharap akan menjadi kaya atau bagaimana. aku sudah tidak punya ambisi untuk itu. Yang kuinginkan hanya satu, merasa tenang dan damai. Aku sering membayangkan hidup di kota kecil di Indonesia dan punya toko.

Aku tidak punya banyak privilise soal jaminan hidup. Keluargaku tidak ada usaha atau toko untuk diwariskan. Satu-satunya yang membuat bebanku sedikit berkurang, aku juga nggak punya tanggungan macam anak atau KPR. Yah, paling asuransi saja.  

I guess, I just try to keep surviving although at some point I wanna die.
I cannot expect my family as my support system since they also have many problems. 

Sabtu, 09 Maret 2019

TRADISI ATAU IKATAN?

Ceritanya beberapa hari terakhir ini karena habis melayat ke rumah duka. Dari situ ada beberapa cerita. Yah bukan cerita menarik gimana sih tapi mungkin bisa dijadiin pelajaran buat gue.



Pertama soal dikubur atau dikremasi?
Kadang ada orang-orang, biasa yang sudah tua atau sakit yang memang udah tinggal menunggu waktu saja yang sudah berpesan nanti meninggalnya mau dikubur atau dikremasi. Tapi waktu bahas sama Indah, ini sebenarnya lebih ke hak orang yang masih hidup untuk menentukannya, karena kalau sudah meninggalkan dunia ini, seharusnya orang yang meninggal sudah tidak perlu memikirkan lagi bagaimana ia akan dimakamkan, karena urusan pemakaman adalah urusan mereka yang masih hidup. 

Meski begitu, gue termasuk yang berpendapat tidak apa-apa menuruti keinginan terakhir orang yang akan meninggal, selama memang kita mampu. Misal, orang tersebut minta dikubur, yah sudahlah kita kuburkan saja selama kita juga mampu juga untuk merawat makamnya. Lalu ada lagi alasan, kali ini dari nyokap gue. Menurut nyokap kalau seseorang dimakamkan itu lebih baik daripada dikremasi, karena ada sesuatu untuk dikenang dan diberitahukan ke anak cucu. Sejujurnya, gue gak terlalu setuju sama alasan nyokap gue sih, karena menurut gue, kenangan itu hanya bisa dibentuk bila seseorang punya suatu ikatan dengan seseorang. Kalau cuma menuruti tradisi, itu selayaknya seperti membaca buku sejarah, kita hanya sekedar tahu tanpa mengenal. 

Untuk gue pribadi, karena gue lahir dari keluarga yang hidup berdasarkan kepraktisan, gue ngga punya "bonding" khusus dengan ortu gue. Ortu gue tipe yang bukan jarang lagi tapi nggak pernah yang namanya ngomong dari hati ke hati sama anak-anaknya. Mereka tipe yang menganggap, anak-anak harus mendengar apa kata orang tua terlepas apakah si anak setuju atau ngga dan ortu benar atau salah. Bokap gue tipe yang kalau lagi marah itu, cara terbaik menghadapinya adalah diam. Karena kalau kitanya semakin "nyahut" maka dia semakin marah. Ini bukan hal yang baik, karena justru akan menimbulkan masalah komunikasi di keluarga. Cuma susah juga sih bilang ini sama ortu, karena ortu gue itu generasi baby boomer, di mana mereka beranggapan semua perkataan dan perintah ortu itu adalah absolut. 

Balik ke masalah bonding, ini menurut gue ya, cuma daripada hanya mengikuti tradisi yang sebenarnya nggak terlalu personal, gue lebih suka kalau kita membuat tradisi sendiri dengan orang yang benar-benar kita anggap penting. Gue gak akan bahas soal gue sama ortu, secara ortu gue udah terlalu tua untuk bisa diubah. Misal andai gue punya pasangan, tiap ultahnya, gue ingin buat "tradisi" atau ikatan di mana hanya gue dan dia yang merasakan, misal ala dating deh. Jadi tiap ultah, gue dan dia akan nonton salah satu film favorit dia (entah donlot atau DVD) trus kita akan bahas soal film itu dan setelahnya gue masakin makanan favorit dia atau kalau ngga bisa masak, gue bakal pesan. Andai kata dia meninggal, mungkin di tiap ultahnya, gue akan tetap melaksanakan ritual yang sama untuk mengenang dia (bakal sedih pastinya, biasa berdua, sekarang sendiri).

Dibanding kalau gue dan dia ngga punya ritual apa pun dan hubungan gue sama dia juga biasa saja atau praktis aja, cuma demi tradisi, maka tiap cengbeng (misalkan) gue ke makamnya tapi berasa setengah hati. Karena menurut gue apa yang sebenarnya membentuk keluarga adalah ikatan atau bonding. Dari ikatan itu akan lahir kenangan saat waktu bersama seseorang berlalu.

Gue masih mengkondisikan gue datang dari bad house, sebuah keluarga disfungsional. Kalau bertanya sama nyokap, pernikahan itu buat apa? Maka nyokap gue pasti jawabannya kepraktisan, supaya ada yang bantu untuk menafkahi alih-alih paham ideal macam berbagi kebahagiaan. Karena itu nyokap gue selalu cemas, andai bokap gue udah nggak ada gimana dia hidup nanti, harapan nyokap yah cuma menumpang sama anak-anaknya. Buat nyokap, anak adalah investasi untuk merawat di hari tua dan juga asisten buat disuruh-suruh.

Bokap gue juga pandangannya ngga jauh beda sama nyokap. Makanya bokap selalu bilang, gue sebaiknya angkat anak untuk temenin (baca: urus) pas tuan nanti andai gue niat ngga menikah. Cuma masalahnya, bokap gue sadar ngga sih jaman sudah berubah. Memangnya urus anak ngga perlu biaya? Pendidikan  tuh ngga murah. Jangan menggampangkan sesuatu ala nyokap gue yang jawabnya enak, masukin sekolah negeri saja dan pakai KJP. Beuh, tau sendiri kualitas dan pergaulan sekolah negeri kayak apa? Trus jaminan apa tuh anak mau urus kita pas tua? Emang anaknya ngga ada keinginan dan kebutuhan pribadi? Ini juga salah satu hal yang bikin gue sulit respek sama kedua ortu gue, karena anak cuma dianggap investasi hari tua.

Kalau pun memang mau mengivestasikan sesuatu sama anak, investasikan macam teladan baik melalui contoh dan tindakan bukan nasehat murah di mulut. Soal siapa yang mengasuh atau merawat pas tua nanti, seharusnya itu jadi beban kita sewaktu muda untuk memikirkan masa depan kita. Baiknya anak juga kita bekali sebaik-baiknya supaya mandiri. Jadi idealnya, orang tua ngga menyusahkan anaknya pas tua dan anak juga jangan menyusahkan orang tuanya karena nggak mandiri.

Yah sebenarnya nggak salah juga jawaban menikah supaya ada yang menafkahi dan membantu bayar cicilan, cuma menurut gue itu awal yang salah, karena membuat seseorang jadi menggantungkan kehidupan dan kebahagiannya kepada orang lain. Kalau ternyata nggak sesuai ekspektasi yang ada kecewa dan jadinya malah menuntut orang lain untuk memenuhi harapannya.

Cinta itu tulus dan  sederhana.
Menikah itu rumit, butuh kesiapan mental dan finansial.

Jangan menikah karena tradisi.
Menikahlah karena ingin memperkuat ikatan yang sudah ada.

Jadi? Putuskan sendiri.

Kamis, 01 Juni 2017

Tolong berhenti turut campur akan hidup anak-anakmu

Gue nulis postingan ini karena gue lagi kesel. Bukan hal bijaksana sebenarnya menulis blog saat lagi emosional. Tapi gue juga khawatir kalau gue udah lebih tenang, yang ada gue malah malas nulisnya.

Jadi gini, seperti yang kebanyakan anak-anak dari para generasi  baby boomers alami mengenai status single/nikah yang suka jadi momok. Tau sendirilah para ortu baby boomers sebagian besar cita-citanya cuma mau melihat anak-anaknya nikah atau menikahkan anak. 

Padahal nikah itu bukan perkara gampang seperti membalik telapak tangan. Apalagi jaman makin maju, tuntutan juga makin tinggi. Dan sekarang beberapa orang sudah sadar kalau menikah itu bukan lagi satu-satunya tujuan hidup. Tapi karena kita bicara soal baby boomers apalagi nyokap gue yang emang menolak berpikiran progresif, maka gue mau curhat.

Senin, 03 November 2014

MALAYSIA: SEBUAH PELAJARAN BERHARGA UNTUK LEBIH BERPARTISIPASI MERENCANAKAN TRAVEL ITINERARY

Akhirnya hari itu datang juga, hari di mana saya akan kembali menggunakan paspor saya yang jarang dipakai itu. Berpergian ke luar Jakarta atau luar negeri adalah hal yang jarang bagi saya. Selain masalah budget, kendala lain juga ada di masalah waktu mengingat saya selalu bekerja di tempat yang pelit cuti. 

Adik saya membooking tiket ke Malaysia ini sudah sejak jauh-jauh hari. Mungkin sudah sejal bulan Maret atau awal tahun 2014 dan baru berangkat bulan Oktober. Sebenarnya saya tidak nyaman dengan booking tiket yang terlalu lama semacam itu, tapi sudahlah, saya sama sekali tidak terlibat dalam proses booking tiket ataupun pemesanan hotel, pokoknya saya hanya terima jadi.

Pesawat saya berangkat hari Sabtu sore sekitar jam 5 menuju Penang. Adik saya tidak memberi tahu kalau tiket promo yang dibookingnya ada batasan bagasi yang sangat terbatas. Dia hanya berpesan supaya "tidak bawa barang banyak-banyak" alih-alih menjelaskan lebih detil. Jadi saat tiba di bandara sempat ada drama masalah overweight bagasi dan ini gara-gara di koper ada 3 botol air minum Aqua seukuran 600 mili. Kenapa bisa ada botol minum di koper karena papa saya ikut campur dengan meminta saya membawa air minum karena air minum di sana mahal katanya. (Sumpah deh, saya juga bego nurut saja, padahal Malaysia itu masih termasuk negara yang murah dalam soal makanan, lain dengan Singapura). Akibatnya bukan tambah murah malah mahal karena ada extra charge utnuk tambahan bagasi. Adik, mama dan saya saling menyalahkan gara-gara masalah extra charge ini. Sejujurnya baru kali ini saya naik penerbangan low fare.

Senin, 05 Mei 2014

POST FOR 1ST GIVEAWAY: GETTING TO KNOW YOU

Postingan ini dibuat dalam rangka 1st Giveaway: Getting to Know You yaitu giveaway dari blog buku Indah's Books Dreamland.

Pertama mau ucapin Selamat Ulang Tahun dulu untuk Indah's Books Dreamland, yang pasti lagi dalam masa lucu-lucunya, eh salah, maksud saya yang sukses terus diupdate selama setahun ini, semoga terus berlanjut dan lanjut.

Langsung saja yah:

Pertanyaan termudah (5 random facts about you)

Minggu, 29 Desember 2013

Lelah

Saat emosi yang kau punya hanya rasa marah
Saat itulah lelah kau rasakan

Saat emosi yang kau punya hanya rasa pahit
Saat itulah lelah kau rasakan

Saat emosi yang kau punya hanya rasa sedih
Saat itulah sepi kau rasakan

Saat hatimu hanya ada rasa sepi
Saat itulah putus asa kau rasakan




Apa Itu Rasa Bahagia

Aku selalu penasaran apa itu rasa bahagia?
Aku hanya bisa membayangkan rasa bahagia itu seperti rasa aman
Di mana aku tak perlu khawatir
Tak perlu cemas
akan apapun

Menjalani hari-hari dengan rasa nyaman
Tertawa lepas tanpa beban
Tanpa rasa takut
akan apapun

Rasa bahagia di manakah engkau?